REMEMBER WHEN IT RAINED
Ingatkah kau ketika Hujan itu
Memeluk luka lalu menguburnya
Dan rintik-rintik duka itu
Merejam tawa lalu membakarnya,
Kutitipkan segenggam bunga rasa
Agar madunya hanya untukmu
Tapi kita pun lupa, Hujan milik kita
Telah menyihirnya menjadi batu
Lalu ada ganjalan di dasar api
Dimana setiap kerling takdir dapat saling memahami
Kita, dan puing-puing
Untuk merapatkan realita ke dasar nadi
Dan Hujan itu, masih mengguyur senyap
Melalaikan segala sampai lenyap
Namun bukan Hujan itu yang membangun harap
Hingga konstruksi mimpi berdiri tegap
Jalan kita adalah debu-debu yang tersapu air
Mengalir ke hilir sampai terhenti di tepian terumbu
Inilah yang harus diterjemahkan dari setiap butir
Mengendapkan jalinan, mengendapkan cumbu
Aku terus mencari dari tabu ke tabu
Untuk menyusul masa lalu yang abu
Dan kau masih berdiam diri dari waktu ke waktu
Mengurung hati hingga beku
Ingatkah kita pernah mengeja
Dan mengartikan kata-kata yang tak kentara
- Ya, kita telah sampai - (ucapmu, sekedarnya)
Kau menaburkan itu di atas samudra
Yang geloranya menghujat deras karang landai
Yang kerasnya membentur panca indra
Lalu aku mencoba memahami Hujan kali ini
Riaknya tak asing memburu mata-mata yang asing
Masih memeluk luka, merejam tawa
Membentur jalan buntu yang lanjut usia
Aku menterjemahkan api hingga abu, materi hingga debu
Namun kesia-siaan itu
Hanya susah payah yang direnggut Hujan
Yang enggan jeda meski hanya untuk sepenggal bualan
Benarkah kita telah sampai ? di tanah landai ?
No comments:
Post a Comment